Meski Ditolak PKS, Kemenko PMK Jelaskan Pentingnya Urgensi RUU TPKS yang Telah Disahkan
Hukum dan Politik

Meski Ditolak PKS, Kemenko PMK Jelaskan Pentingnya Urgensi RUU TPKS yang Telah Disahkan 

peristiwa.info – Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR dalam rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan III Tahun 2021-2022, Selasa (18/1/2022).

Pantauan sidang secara virtual, anggota dewan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022) menjawab “setuju”.

Namun Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya fraksi dari 9 fraksi di DPR yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU usul inisiatif DPR.

Fraksi PKS berpendapat jangan pisahkan tindak pidana kekerasan seksual seolah-olah berdiri sendiri. Ia harus diatur komprehensif dengan tindak pidana kesusilaan lainnya (seks bebas dan seks menyimpang) agar pencegahan dan perlindungan terhadap korban bisa berlaku efektif dan maksimal.

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini, mejelaskan kejahatan seksual itu meliputi kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang, menurutnya, bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, norma agama, dan adat ketimuran.

“Ketiganya merusak tatanan keluarga bahkan peradaban bangsa. Untuk itu, ketiganya harus diatur secara bersamaan dalam sebuah UU yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan/tindak pidana kejahatan seksual,” jelas Jazuli dalam siaran persnya, Selasa (18/1/2022).

Di tempat yang terpisah, dari lansiran kemenkopkm.go.id, Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Roos Diana Iskandar menyatakan, RUU TPKS dibuat untuk memperkuat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Indonesia, mengingat negara wajib untuk melindungi warga negaranya dari kekerasan seksual.

“Rancangan UU TPKS ini sangat urgen dirasakan karena regulasi nasional yang ada belum cukup untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang ada,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual, yang dihadiri oleh perwakilan K/L secara daring.

Lebih lanjut, Roos Diana menjelaskan, urgensi RUU TPKS mutlak perlu untuk disahkan. Pertama, terkait keterbatasan instrumen hukum, dalam regulasi KUHP hanya mencakup 2 hal, yaitu pemerkosaan dan pelecehan seksual atau pencabulan. Sementara, dalam RUU TPKS mengklasifikasikan kekerasan seksual dalam 9 kategori dengan definisi yang lebih luas dan mampu lebih menjerat pelaku.

Kedua, terkait tingginya angka kekerasan seksual di Indonesia. Kasus kekerasan seksual menunjukkan tren meningkat dan meningkat signifikan di masa pandemi Covid-19, terutama pada perempuan dan anak. Ketiga, RUU TPKS memberikan perlindungan bagi korban, keluarga korban, dan saksi. Selain itu pelaku kekerasan seksual diberikan rehabilitasi agar tindakan kekerasan seksual tidak kembali terjadi.

Selain itu, untuk mensosialisasikan pentingnya RUU TPKS, Roos Diana mengatakan, Kemenko PMK juga akan membuat webinar edukasi pada publik tentang pentingnya UU TPKS. Webinar juga akan menghadirkan narasumber dari pemerintah, anggota parlemen, akademisi tokoh agama, dan media massa.

Related posts

Leave a Reply

Required fields are marked *