KPK Tangkap Bupati Hulu Sungai Utara Simak Faktanya!
Hukum dan Politik

KPK Tangkap Bupati Hulu Sungai Utara Simak Faktanya! 

peristiwa.info- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid sebagai tersangka suap dan gratifikasi pada Kamis (18/11/2021). Abdul terjerat kasus pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada tahun 2021-2022. Dilansir dari Tribunnews.com, Bupati Abdul Wahid saat ini menduduki jabatannya untuk periode kedua dengan masa jabatan dari tahun 2018 hingga 2022.
Abdul Wahid sebelum masuk dalam dunia politik merupakan mantan jurnalis di surat kabar harian Banjarmasin Post dari tahun 1982 sampai tahun 1999. Kemudian, ia mengawali karir politiknya menjadi anggota DPRD HSU dan tercatat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di periode 1999-2004. Karier politik dari suami Anisah Rasyidah ini terus berlanjut hingga menduduki posisi Ketua DPRD HSU untuk periode 2004- 2009. Lulusan S2 Universitas Narotama Surabaya dan S2 Universitas Brawijaya Malang ini juga menduduki Wakil Ketua DPRD HSU pada periode 2009-2012.
Dari legislatif, pria kelahiran Amuntai tahun 1960 ini mengembangkan karir politiknya hingga menjadi Bupati Hulu Sungai Utara dari tahun 2012 hingga sekarang.
Sebelumnya, setelah OTT KPK di HSU, ditetapkan Plt Kadis PU pada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRT) Kabupaten Hulu Sungai Utara Maliki (MK), Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH), serta Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FH) sebagai tersangka.

Untuk konstruksi perkaranya, berawal dari Dinas PUPRT Hulu Sungai Utara yang telah merencanakan untuk dilakukan lelang 2 proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Rp1,9 miliar dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp1,5 miliar, sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah lebih dulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang kedua proyek irigasi dimaksud dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

Saat awal dimulainya proses lelang untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan dimulai, ada 8 perusahaan yang mendaftar namun hanya ada 1 yang mengajukan penawaran yaitu CV Hanamas milik Marhaini. Sedangkan lelang Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, ada 12 perusahaan yang mendaftar dan hanya 2 yang mengajukan penawaran, diantaranya CV Kalpataru milik Fachriadi dan CV Gemilang Rizki.

Saat penetapan pemenang lelang, untuk proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan oleh CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar. Dan proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang, dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp1,9 miliar. Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai, lalu diterbitkan Surat Perintah Membayar pencairan uang muka.

Ditindaklanjuti oleh BPKAD dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana/SP2D untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan dari Marhaini dan Fachriadi. Sebagian pencairan uang tersebut, selanjutnya diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp170 juta dan Rp175 juta dalam bentuk tunai.

Atas perbuatannya, Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.

Sementara, Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.

Untuk kronologi OTT KPK di HSU, Rabu (15/9/2021), tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diduga telah disiapkan dan diberikan oleh Marhaini dan Fachriadi.

“Tim KPK selanjutnya bergerak dan mengikuti MJ yang telah mengambil uang sejumlah Rp170 juta disalah satu bank di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan langsung mengantarkannya ke rumah kediaman MK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Setelah uang diterima Maliki, tim KPK kemudian mengamankan Maliki dan ditemukan pula sejumlah uang sebesar Rp175 juta dari pihak lain beserta beberapa dokumen proyek.
Selain itu, tim KPK juga turut mengamankan Marhaini dan Fachriadi di rumah kediaman masing-masing.

Semua pihak yang diamankan, kemudian dibawa ke Polres Hulu Sungai Utara untuk dilakukan permintaan keterangan dan selanjutnya diboyong ke Gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan. Adapun barang bukti, yang saat ini telah diamankan, di antaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp345 juta.

Peliput : Muhammad Raghib

Related posts

Leave a Reply

Required fields are marked *