Penundaan Pemilu, Mengkhianati Semangat Reformasi dan Demokrasi
Kabar Kampus

Penundaan Pemilu, Mengkhianati Semangat Reformasi dan Demokrasi 

peristiwa.info – Senin 6 Maret 2023, pengadilan Negeri Jakarta Pusat putuskan penundaan pemilu Febuari 2024. Jika putusan dilaksanakan, maka pemilu akan ditunda hingga bulan Juli 2025. Hal ini menuai polemik karena tidak semua pihak menghendakinya Penundaan pemilu terutama dengan alasan mengkhianati semangat Reformasi dan demokrasi, salah satunya Partai Prima.

Partai Prima melayangkan gugatan pada 8 Desember 2022 lalu, kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan alasan Partai Prima merasa dirugikan saat melakukan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024. Yang menyebabkan Partai Prima tidak memenuhi syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual. Partai Prima juga mengakui mengalami kerugian immaterial yang memengaruhi anggota parpolnya.

Polemik ini semakin memanas karena banyaknya tanggapan mengenai penundaan pemilu 2024. Dalam keterangan saat jumpa pers pada kamis (2/3/2023) Hasyim Asy’ari ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpendapat “Nanti kalau sudah kita terima salinan putusan kita akan mengajukan upaya hukum berikutnya yaitu banding ke pengadilan tinggi. Dengan demikian nanti kalau kita sudah bersiap secara resmi dalam arti mengajukan upaya hukum perlu kita tegaskan bahwa KPU tetap akan menjalankan tahapan-tahapan pelaksanaan atau penyelenggaraan pemilu 2024.”

Putusan hakim, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kamis 2 Maret 2023 “Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 ( empat) bulan 7 (tujuh) hari.”

Dr. Ichsan Anwary, S.H.,M.H. dosen Fakultas Hukum ULM berpendapat bahwa gugatan Partai Prima itu adalah gugatan perbuatan melawan hukum menggunakan konstruksi Pasal 1365 BW Indonesia terhadap Komisi Pemilihan Umum Indonesia sebagai Tergugat. Apabila menggunakan konstruksi Pasal 1365 maka ini berkaitan dengan pasal ganti rugi. Persoalan muncul ketika salah satu petitum yang diminta oleh penggugat untuk diputuskan. Bahwa petitum penggugat adalah keliru karena berimplikasi publik. Dan lebih keliru lagi ketika kemudian petitum itu dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam amar putusannya.

Prinsip gugatan perdata adalah kepentingan para pihak yang berperkara dan tidak mengikat umum.
Semestinya kalau ini juga ada keyakinan hakim sebagai perbuatan melanggar hukum oleh KPU, tetapi putusan hakim tidak boleh mengabulkan gugatan penggugat untuk menunda sisa tahapan pemilu 2024. Karena putusan ini berimplikasi publik. Inilah potret kelemahan pengetahuan hukum dan kekeliruan logika hukum hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusan ini.

Peliput : Aulya Fitri & Aurellia Rizqi Fasma

Related posts

Leave a Reply

Required fields are marked *