Nasib Rakyat Imbas Pandemi Virus Covid-19
Hukum dan Politik

Nasib Rakyat Imbas Pandemi Virus Covid-19 

peristiwa.info – Sudah sakit, menderita pula. Sudah susah, diambil juga. Itulah kiasan yang kiranya sesuai menggambarkan kondisi mental dan fisik masyarakat Indonesia saat ini. Sejak pertama kali terkonfirmasi pada Maret 2020 di Depok, Jawa Barat, virus Covid-19 telah merubah tatanan kehidupan dan roda ekonomi masyarakat secara signifikan. Kini masyarakat harus lebih berhati-hati dalam beraktivitas dan sangat dianjurkan untuk menerapkan protokol kesehatan dalam rangka menghindari penyebaran virus Corona; yang hingga sejauh ini telah memakan korban jiwa sebanyak 4.46 juta orang dari seluruh dunia. Padahal, jaminan akan keselamatan jiwa dan raga atau dalam hal ini ialah kelayakan hidup, merupakan salah satu bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).

Hak Asasi Manusia (HAM) secara umum dapat dipahami sebagai Hak-hak yang bersifat mendasar dan melekat dengan jati diri manusia secara universal. Sebagaimana yang diatur dalam Amendemen Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ketentuan tentang HAM terdiri dari Pasal 27 sampai Pasal 34 UUD 1945. Ketentuan ini membagi dua golongan HAM yaitu pertama, Non-Derogable Right (Hak yang tidak dapat dikurangi); dan kedua, Derogable Right (dapat dikesampingkan). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pandemi Covid-19 saat ini menyebabkan masyarakat merasa cemas dan gelisah akan keselamatan nyawa dan keberlangsungan roda kehidupan yang terus-menerus dihimpit oleh keadaan. Kebutuhan pokok meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan tentu harus dipenuhi dalam rangka negara menjamin penghidupan yang layak pada rakyatnya. Kebutuhan akan bahan pokok salah satunya menjadi harapan masyarakat agar pemerintah bisa memberikan bantuan secara layak dan berkelanjutan. Hal ini, mengingat bahwa kondisi pandemi yang turut memberikan dampak terhadap pemasukan masyarakat yang tentu menambah PR (Pekerjaan Rumah) bagi Pemerintah apakah mampu hadir di tengah masyarakat atau tidak.

Pada awalnya, kabar baik hadir di tengah masyarakat bahwa Pemerintah siap menggelontorkan anggaran pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi virus Covid-19 mencapai Rp 695,2 triliun atau setara dengan 25 persen dari belanja negara tahun 2020. Sekitar 55 persen dari anggaran perlindungan sosial digunakan untuk bantuan sosial kepada masyarakat dengan sasaran mencapai hampir 12 juta orang. Namun, dalam pelaksanaanya tidaklah berjalan manis dan justru menimbulkan kekecewaan dari masyarakat. Melalui temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara ditetapkan sebagai tersangka yang diduga menerima suap dari penyedia bansos sebesar Rp 17 miliar dengan dua anak buahnya dari Kementerian Sosial yakni Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen program bantuan.

Dari kasus di atas dapat dipastikan bahwa telah terjadi suatu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh salah satu pemegang kekuasaan pemerintahan dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Padahal, jika melihat kondisi sekarang dapat dikategorikan tengah dihadapkan pada negara Keadaan Darurat Sipil yang terjadi karena berbagai sebab, baik yang bersifat alami maupun bersifat insani seperti contohnya bencana wabah virus Covid-19 ini. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28I Ayat (1) UUD 1945 bahwa keadaan darurat di mulai dari tingkatan Keadaan Darurat Sipil, Keadaan Darurat Militer, dan Keadaan Darurat Perang. Serta, lebih rinci mengenai Keadaan Darurat Sipil diatur dalam Bab II dari Pasal 8 sampai Pasal 21 UU Prp No. 23 Tahun 1959. Sedangkan meminjam istilah kedaruratan yang dikembangkan di Jerman, kondisi yang terjadi sekarang ialah “welfare emergency” atau darurat kesejahteraan yang terkait dengan ancaman akibat bencana alam atau kecelakaan-kecelakaan yang serius.

Kasus ini pun turut memberikan gambaran secara jelas bahwa telah terjadi Pelanggaran HAM, sebagaimana yang seharusnya tidak boleh dilanggar yaitu seperti bunyi Pasal 22 dan 25 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Pasal 22 : Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerja sama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara.

Pasal 25 : (1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahaan dann perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangaan nafkah, yang berada di luar kekuasaanya. (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa walaupun kondisi sosial masyarakat sedang mengalami kemerosotan dan ketidakpastiaan yang luar bisa akibat pandemi virus Covid-19, nyatanya tidak menjamin bahwa praktik pelanggaran HAM yang melibatkan para pemegang kekuasaan tidak terjadi. Kejadian ini juga menujukkan kurangnya kesadaran dan egoismenya oknum-oknum dari pemerintahan. Walaupun dengan menghalalkan segala cara seperti mengambil hak rakyat yang seharusnya layak menerima bantuan.

Related posts

Leave a Reply

Required fields are marked *