Membungkam Rakyat, RUU KUHP Tuai Polemik

peristiwa-online – Saat ini muncul polemik baru mengenai Pasal yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP), tentang kebebasan berpendapat tepatnya dalam pasal RUU KUHP nomor 218 ayat 1 bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dipidana. Bahkan hukumannya paling lama 3 tahun, 6 bulan.

Artinya masyarakat maupun pers tidak akan bisa lagi mengontrol atau pun mengkritik pemerintah. Dengan kata lain rakyat dan pers telah dibungkam secara tidak langsung. Pendapat tidak hanya disampaikan secara lisan seperti pidato namun juga dapat lewat tulisan dan lain-lain. Mengemukakan pendapat sebenarnya adalah hak dari segala warga negara.

Sedangkan kebebasan berpendapat dikatakan dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Kenyataanya, beberapa kasus di Indonesia terjadi karena pendapat-pendapat di masyarakat tidak di terima oleh kelompok. Apakah sebenarnya di Indonesia benar-benar bebas dalam berpendapat?

Dalam UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 3 ayat 2 berbunyi “Setiap orang berhak untuk mempuyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.”

Berarti di Indonesia sebenarnya semua warga negaranya mempunyai kebebasan untuk berpendapat di muka umum tanpa takut karena sudah dijamin undang-undang. Namun dalam Pasal 4 UU No. 9 tahun 1998 dikatakan bahwa penyampaian pendapat harus mewujudkan kebebasan bertanggung jawab. Kebebasan yang dimaksud adalah dengan memperhatikan norma yang berlaku.

Bagaimana menurut kalian?

 

Peliput : Yazid

Sumber foto : google

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version