Mengenal GSR, Petunjuk yang Didalami Komnas HAM Terkait Pembunuhan Brigadir J

peristiwa.info – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendalami partikel Gun Shoot Residue (GSR) dalam keterangan uji balistik terkait pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih mencari jejak data residu di tubuh Ferdy Sambo. 

Pada pemeriksaan hasil uji balistik Rabu (10/8), tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri mengaku belum memeriksa hal itu.

Komisioner Komnas HAM bidang Penyelidikan dan Pengawasan M Choirul Anam mengatakan, pemeriksaan GSR akan mengungkap rekam jejak residu yang dihasilkan dari penembakan Brigadir J. “Residu paling banyak dimana dan lain sebagainya, ya pentingnya itu mengecek residu itu,” ucap ia, Jakarta, Rabu (10/8).

Menurut penjelasan dari Insitute Nasional untuk Standar dan Teknologi (NIST) Amerika Serikat, uji balistik forensik adalah pemeriksaan atau eksaminasi terhadap bukti-bukti dari senjata api yang diduga digunakan dalam aksi kejahatan.

Ketika sebuah peluru atau proyektil ditembakkan dari sebuah senjata api, maka senjata itu meninggalkan tanda atau jejak yang amat sangat kecil dan hanya bisa dilihat melalui mikroskop pada peluru dan selongsongnya, inilah yang diartikan sebagai GSR atau Gunshot Residue.

Jejak residu tembakan senjata diuji dengan mengangkat sampel dari tangan atau pakaian terdakwa dan kemudian menguji untuk melihat apakah bukti tersebut mengandung partikel barium, antimon, dan timah yang menyatu.

Hasil tes GSR positif tidak berarti pihak terkait telah menembakkan senjata. Bahkan jika partikel barium, antimon, dan timbal, yang menyatu ditemukan.

Material ini bisa saja berasal dari bahan lain seperti bantalan rem atau kembang api, atau bisa jadi akibat sampel yang terkontaminasi, seperti dikutip Ohio Crime law. Kemudian, hasil tes GSR negatif juga tidak menutup kemungkinan terdakwa tidak menembakkan senjata. Partikel GSR bias saja hanyut atau terdakwa bisa saja memakai sarung tangan.

Dengan kata lain, jejak residu mempunyai nilai pembuktian yang sangat terbatas tergantung dari banyak factor, termasuk waktu pengambilan sampel.

Diketahui, Brigadir J mulanya diklaim tewas dalam insiden saling tembak dengan Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, (8/7). Polisi mengklaim penembakan itu berawal dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Istri Sambo.

Namun belakang ini, Polri meralat pernyataan dan menyebut bahwa brigadir J dibunuh secara berencana dan Bersama-sama atas perintah Sambo.

Terlepas dari itu, masih efektifkah tes GSR dilakukan meski waktu kejadian pembunuhan sudah terbilang lama?

Peliput : Bey Ikhwanul Muslimin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version